Saturday, September 3, 2011

Esensi Dan Makna Ucapan Idul Fitri

Esensi dan Makna SMS Lebaran
TRIBUN JOGJA/ADE RIZAL
Ribuan warga Kota Solo dan sekitarnya, khusuk menjalankan ibadah Salat Idul Fitri 1432 Hijriah di halaman Keraton Kasunanan Surakarta, Selasa (30/8/2011)
Idulfiiri tahun lalu saya telah mengirimkan ucapan selamat idulfitri yang kebanyakan sebagai balasan untuk SMS yang saya terima dari teman-teman dekat. Memang seperti tahun ini, saya juga menerima ucapan selamat dari teman-teman non muslim yang saya anggap sebuah penghargaan dan uluran solidaritas sesama anak bangsa.

SMS tahun lalu saya buatkan begini ”Sebuah otoritas akademik yang diakui pernah mempertanyakan serius untuk apakah Tuhanmu menciptakan Fir’aun dan Namruz? Itu tak lain supaya kau berani membasmi Fir’aun dan Namruz modern pada zamanmu”. Tema ini adalah hasil yang saya dapatkan berdasarkan inspirasi dari diskusi dengan sejawat yang juga lebih dulu memformulasinya dalam kalimat lain. Jadi saya hanya mempertegas dengan kalimat-kalimat saya sendiri.Tentulah bukan kepada teman-teman non muslim sms ini saya kirim.

Saya mendapat reaksi yang beragam, dan di antara keberagaman itu ialah reaksi ketidak-senangan karena menurutnya idulfitri harusnya bicara soal maaf-maafan dan shilaturrahim setelah sebulan penuh berpuasa menahan lapar dan minum untuk ketaqwaan dan karena itu menjadi suci bersih kembali bagaikan bayi baru lahir yang tanpa dosa. Tak pada tempatnya suasana teduh idulfitri dirusak oleh ”gangguan” semacam itu, begitulah inti reaksi itu.

 Tahun ini saya membalas SMS ucapan selamat idulfitri dari teman muslim dengan kalimat ”Meski perayaan idulfithri kali ini masih terkendala oleh penyatuan, tetapi faktanya ukhuwah tetap wajib kita galang. Itu agenda besar. Taqabbalallah minna wa minkum”. Seperti tahun lalu, saya mendapat ratusan sms ucapan selamat, ada yang berpantun ria yang begitu memuakkan, ada yang menstir nash-nash qath’i (dasar hukum yang kuat), ada yang sekadar berucap simple ”minal aidin wal faizin”. Apa pun bentuk ucapan selamat via sms yang masuk, saya jawab saja dengan kalimat itu. Kalimat yang sama saya tenggerkan pula pada dinding facebook saya.
 Saya bergembira luar biasa, karena ada beberapa orang yang nomor kontaknya tak tercatat pada hp saya mengirimkan SMS yang persis sama dengan ucapan yang saya kirim tahun lalu dan tahun ini.  Gembira karena saya membayangkan bahwa saya memiliki orang yang sepikiran. Bukankah sms pertama telah disimpannya atau mungkin juga direnungkannya selama setahun penuh? Jika dia tak menginternalisasikan pikiran itu begitu mendalam, rasanya tak mungkin ia menyimpan begitu lama dan menilai kalimat itu pantas mewakili kediriannya hari ini menghadapi kondisi umat.

 Kemudian, karena pengirim terkesan merasa seolah saya adalah sasaran baru bagi ”dakwahnya”, tentu ini sebuah kegembiraan tersendiri pula. Sama seperti ungkapan lama the song not the singer, lebih penting isi pesan ketimbang siapa yang memberi pesan.  Dalam perasaan seperti itu pulalah saya menerima kembali (dari orang baru) sms yang saya kirim ”Meski perayaan idulfitri kali ini masih terkendala oleh penyatuan, tetapi faktanya ukhuwah tetap wajib kita galang. Itu agenda besar. Taqabbalallah minna wa minkum”. Saya nilai ia memiliki kecemasan yang sama dengan saya tentang betapa sulitnya mewujudkan ukhuwah di tengah umat, dan terkadang orang berbicara atas nama ukhuwah  -ngoyak sendi ukhuwah.




sumber:

No comments:

Post a Comment